Share

Ayah Anakku Adalah sang Presdir
Ayah Anakku Adalah sang Presdir
Penulis: Kaagaluh

01 : Percobaan Pertama  

“Aku ke sini bermaksud untuk melamar pekerjaan.” Tanpa tedeng aling-aling wanita berambut merah mengatakan hal tersebut pada seseorang yang menjulang jauh lebih tinggi di atasnya. Pria yang memiliki kesan terkejut dibalut dengan muka yang sinis. Awalnya wanita itu berpikir akan disambut oleh seorang pelayan atau sang penjaga di rumah besar ini, tapi ternyata salah.  

“Kau ingin melamar pekerjaan? Sebagai apa?” tanya pria itu dengan suara dalamnya. Tapi jujur saja wanita itu menyukai suara yang serak nan dalam.  

“Melamar ... aku akan melamar sebagai pengasuh bayi.” Wanita itu menyerahkan koran yang dibawanya dan juga map yang berisi surat lamaran pekerjaan.  

Ia sedikit berdeham untuk mengontrol napas yang terasa pendek karena diperhatikan pria itu sedemikian intens. Mata sang pria yang memindai dari atas ke bawah secara berulang kali itu membuat kakinya seperti agar-agar yang baru saja ditaruh ke dalam piring besar.  

Tak ada ekspresi apa-apa yang ditampilkan pria yang sialnya berwajah tampan itu. Dia hanya memberikan muka datar kadang juga dengan kernyitan halus di dahi.  

“Aku tidak percaya kau ke sini untuk melamar menjadi pengasuh bayi. Aku melihatnya berbeda.” Ia memegang janggutnya dan kembali menilai. “Aku bahkan mengira kau akan melamar menjadi pelayan di bar atau penari striptease.”  

Muka wanita itu sekarang sudah memerah karena kalimat yang menyindir secara terang-terangan. 

Apakah penampilanku salah? 

Ia kembali memerhatikan kostum yang dipakai siang ini.  

Tidak ada yang salah, aku memakai gaun non formal sebatas tiga sentimeter di bawah lutut berwarna krem dengan dibalut stoking yang senada, dan jangan lupakan juga dengan sepatu heels untuk memperlihatkan kaki jenjangku. Aku rasa ini juga sudah cocok karena aku akan melamar sebagai pengasuh bayi, bukan ke perusahaan besar yang mengkhususkanku memakai kemeja dan juga rok hitam, kan?  

“Aku tidak menerimamu.” 

Mata wanita itu membulat dengan sempurna. Pria itu bahkan sedari tadi tidak menerima map yang dia serahkan, tapi dengan mudahnya menolak hanya karena melihat dari luar saja? Oh, bisakah ia berteriak sekarang karena pria ini termasuk mendiskriminasi?! 

“Tapi Anda belum melihat CV milikku, Tuan.” Wanita berambut merah itu berusaha membuatnya mengerti. Dan sekali lagi ia menyodorkan map cokelatnya agar dilirik walau hanya sepintas. “Sungguh, aku bisa menjaga seorang bayi apalagi yang sudah berumur enam bulan.”  

Pria itu terdiam.  

Lihat saja, mereka masih ada di depan pintu dan  pemilik rumah ini sama sekali tidak mempersilakan untuk masuk. Apakah seperti ini sesi wawancara untuk pengasuh bayi? Entahlah.

“Aku tidak menerimamu,” ulang pria itu dengan suara yang masih sama. Pria yang sepertinya akan susah diganggu gugat keputusannya.  

Wanita itu memejamkan mata dan mencari cara agar pria ini bisa luluh dengan kalimatnya. Memutar otak bagaimana caranya supaya ia bisa menginjakkan kaki ke rumah berlantai dua yang beralaskan marmer mahal.  

Ia bisa merasakan bahwa seluruh pandangan pria itu terfokus padanya. Mengamati tanpa bergerak. Alhasil, ia mengatakan hal yang sungguh di luar ekspektasi sendiri.  

“Aku pernah bekerja di rumah jompo dalam kurun waktu dua tahun.”  

Kelihatannya pria itu sangat terkejut dengan kalimatnya, tapi wanita itu juga bisa melihat bahwa senyum meremehkan ada di raut wajah sang pemilik rumah. 

“Aku tidak percaya. Penampilanmu yang seperti ini tak akan pernah ada orang lain yang akan percaya, jika kau pernah menjadi relawan di rumah jompo sekalipun.”  

Yang wanita itu yakini sekarang adalah bibir pria itu sangat pedas bila berucap dan itu membuat hatinya sangat panas. Padahal jika dilihat, bibir pria itu tebal dan tidak ada ciri-ciri sebagai mulut bermata tajam.  

“Sepertinya Anda perlu bukti, Tuan.” Wanita itu sebenarnya agak sedikit gugup saat mengatakan hal tersebut. Bukan karena apa, ia tidak memiliki bukti yang cukup kuat dengan kalimatnya barusan. Ia mengatakan itu hanya ingin memulihkan harga dirinya di depan pria yang sangat pongah ini.  

“Kau tidak perlu mengatakannya karena pasti tidak bisa menunjukkannya.” Tangan pria itu dimasukkan ke dalam kedua celana olahraganya. Ia juga menatap dengan penuh remeh. “Sudahlah, aku sudah membaca pikiranmu bahwa kau adalah pembohong. Aku sudah sering kali menjumpai orang seperti dirimu.”  

Oh tidak! Sebenarnya apa sih yang dirinya mau? Padahal aku sudah sesopan mungkin untuk berpakaian dan juga berkata-kata, tapi apakah semua ini tidak bisa meluluhkan dirinya sama sekali? 

“Tuan, apakah kau benar-benar tidak mau melihat CV milikku sebentar saja? Semua yang aku tuliskan berdasarkan pengalamanku.” Suaranya sedikit mengiba. Ia tidak mungkin kan menghilangkan kesempatan yang sangat besar ini? Di koran saja sudah terpampang dengan jelas bahwa gaji per bulannya lebih dari delapan ribu dolar. Itu adalah harga yang fantastis hanya untuk menjadi pengasuh bayi.  

No!” Suara itu naik satu oktaf dan membuat sang wanita memundurkan satu langkah.  

Ia menghembuskan napas panjang. “Jadi, kualifikasi seperti apa yang Anda inginkan?”  

“Yang bukan sepertimu!”  

Jawaban itu membuat sang wanita ingin sekali mencakar wajah tampan pria tersebut.

Apakah wajahku sangat menyebalkan sampai pria dewasa ini tidak percaya dengan diriku? Memang seperti apa sih bayi yang akan diasuh itu sampai-sampai harus mencari pengasuh yang terlihat sempurna?! 

Sungguh ia sudah sangat geram dengan semua ini. Ia sudah berusaha memberikan penampilan yang terbaik, tapi penolakan yang sangat tidak masuk akal itu membuat dirinya emosi juga.  

“Tuan, Anda seharusnya mempertemukanku pada bayi itu. Siapa tahu dia menyukaiku sejak pandangan pertama, kan?” Semua trik akan dirinya gunakan untuk membuat pria itu luluh. Ia bukan wanita yang pantang menyerah untuk melakukan segala hal. Jangan panggil aku Satchel Bloosom jika tidak bisa mendapatkan pekerjaan ini.  

“Kenapa aku harus?” tanya pria itu.  

Apakah pria ini memang benar-benar tidak mau mempersilakanku masuk? Kakiku sudah sangat pegal sedari tadi berdiri dengan menggunakan heels tinggi ini. Sedangkan pria itu saja justru menyenderkan tubuhnya di kusen pintu. Oh, ini adalah pengalamanku yang sangat menyedihkan.  

“Karena alasan yang aku sebutkan tadi, siapa tahu saja aku dan si bayi memiliki hubungan atau koneksi yang kuat dan membuat dirinya nyaman diasuh olehku.” Satchel berusaha masih nyaman dengan sepatu tinggi yang menyiksa ini. Berdiri dengan tegap seolah mampu meladeni pria itu sampai kapan pun.  

Tawa yang menggelegar itu membuat Satchel sedikit goyah. Satchel tidak bisa berpura-pura tegak seperti ini dan malah sedikit membenarkan posisi. Pria yang ada di hadapannya masih saja tertawa yang padahal tidak ada momen lucu sama sekali.  

“Menurutmu kenapa aku tidak mencari pengasuh bayi ke agen yang profesional dan justru memilih mengiklankannya di koran?” Ia menyeringai dan menghentikan tawanya.  

Satchel menggeleng. Tentu saja ia tidak tahu.  

“Terakhir kali yang aku ingat, pengasuh terakhir itu adalah ... hem ... pengasuh yang ke 59 sejak Baby Aaron lahir, mereka tidak tahan dan selalu bermasalah. Alhasil mengundurkan diri. Jadi bukankah aku lebih baik mencari tahu siapa yang pantas untuk bayiku? Karena aku sudah tidak percaya dengan agen lagi.”  

Sungguh luar biasa Satchel dibuatnya dengan pernyataan tersebut. 59 pengasuh?! Ini yang bermasalah si bayi berumur enam bulan atau semua pengasuh yang jumlahnya hampir tiga kodi itu?  

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status